"Jika ingin mengetahui jati diri seseorang, maka tengoklah sahabat karibnya, karena sahabat karib merupakan cermin bagi sahabatnya yang lain"
Pernah mendengar pepatah seperti yang diatas? buat yang tidak percaya, coba saja buktikan.It's True guys!. untuk kalian yang memiliki sahabat karib, coba luangkan waktu untuk menganalisa, seberap jauh kalian mengenal sahabat kalian sendiri, mengapa kalian bisa bersahabat, apa kesamaan yang kalian miliki dan apa yang membuat kalian selalu bersama, dan BBANG!! kalian akan menemukan diri kalian seolah-olah persis seperti teman kalian tersebut.
Namanya Mega Nisfa Makhroja, usianya kini sudah 23 tahun (14 Maret 2013) yang lalu ini anak kedua dari empat bersaudara. Penampilannya yang santai dengan matanya yang besar, sayu (kalau kata bapakku, terlalu sendu sampai terlihat seperti selalu habis menangis) dan tentu saja teduh ini membuat siapapun akan merasa cepat untuk mengakrabkan diri dengannya, berbeda dengan mata besarku yang terlihat sangat tegas. kecintaan akan organisasi membuat kami merasa satu visi. ketika kelas X (kelas 1 SMA), ia mulai menjadi teman, dan akhirnya menjadi sebuah cermin bagiku.
Kenapa aku menyebutnya sebagai cermin? awalnya bermula saat kegiatan Imtaq (Iman dan Taqwa - sebuah kegiatan kerohanian yang dilakukan setiap hari jumat pagi, yang diisi dengan Mengaji, sholat dhuha dan muhasabah), saat itu kami yang telah berada di kelas XII duduk berdampingan seperti biasanya di shaf kedua paling depan (paling depan biasanya diisi oleh dewan Guru), sambil mendengarkan ceramah dari salah satu teman kami, aku tiba-tiba teringat akan apa yang aku baca sebelumnya mengenai sahabat yang diibaratkan cermin tersebut.
lalu ia berfikir sejenak, dan kami mulai mereka ulang, kejadian-kejadian yang hampir tiga tahun kami lewati bersama. Satu persatu kesamaan kejadiaan yang kami alami mulai bermunculan, mulai dari waktu jadian, waktu putus, partime job, award, sampai terakhir kejadian saat aku pingsan di lapangan upacara dan ternyata saat itu juga ia juga hampir pingsan karena alasan yang sama. ibarat tubuh, ketika satu tangan tak bergerak, otomatis tangan satu lagi tak bisa maksimal melakukan pekerjaannya. seperti itulah kami.
selama bersahabat, aku akui kami tak banyak cekcok atau bertengkar hebat. kam lebih banyak melewatkan waktu kami untuk bertukar pendapat dan saling mensupport satu sama lain. Cemburu? pasti pernah, kadang terbesit dalam benakku betapa aku merasa tak ada apa-apanya berada disamping gadis ini, bagaimana tidak, ia bahkan dijuluki sebagai "the most wanted" dikelas, karena ia bisa sangat balance anatara "ektrakulikuler dan akademik". yah, namun itu semua tak bertahan lama, karena akhirnya kami sadar, apa yang ia dapatkan cepat atau lambat akan aku dapatkan (tentu dengan porsi yang disesuaikan dengan effort masing-masing), begitu pula sebaliknya. ini yang membuat kami tak pernah lagi cemburu satu sama lain. bahkan sebelum "jadian"pun salah satu dari kami harus memberikan restu terlebih dahulu, sebelum akhirnya kami memutuskan untuk jadiaan (terkesan lebai, tapi ini yang kami alami).
Namun satu hal yang kalian harus tahu, gadis ini SUPER DUPER PLIN-PLAN. awalnya akupun tak sengaja menyadari hal ini, saat dikantin kami tengah membicarakan mengenai salah satu provider yang melakukan promo hbis-habisan saat itu. lalu ia mengomentari dengan enteng dan berkata "kalau difikir-fikir ya, jatuhnya kalau pakai provoder X, jatuhnya mahal loh, coba aja hiting..blaaahlah.. blah..blah". aku hanya mengangguk dan mendengarkan karena sedang tak ingin bersuara. namun tepat dua minggu kemudian, ditempat yang sama, dengan posisi yang sama ia tiba-tiba berkomentar " Ta, kalo difikir-fikir kalau pakai provider X murah banget loh, coba ajaa hitung,,blaaaah...blaaah...". aku hanya merasa ada sesuatu yang ganjil saaat itu, karena merasa dejavu atas komentarnya. namun aku acuhkan saja saat itu.
semakin hari, perilaku ini ternyata semamkin menjadi-jadi, tak hanya saat ingin menenetukan barang yang akan dia pakai, jilbab, buku, tugas,gebetan bahkan saat bersitegang di ruang osis pun sifat ini kadang muncul. aku juga ingat saat dia diawal semester enam ia sangat bulat bertekad untuk melanjutkan kuliah di Malang, aku yang saat itu masih menimbang-nimbang akan ke universitas mana nantinya hanya diam saja. Namun seperti biasa, ia selalu goyah, setiap bulan, pemikirannya berubah, ingin ke UGM, lalu kembali ke UNPAD, IPB, Lalu kembali ke UB lagi, bahkan ia masih terobang-ambing sesaat sebelum SPMB saatku sudah sangat mantap untuk masuk Fakultas Kedokteran, dan ia menyerah keteika teman-temannya yang saat itu ikut terobang ambing anatar JOGJA-MALANG memutuskan untuk memninggalkannya berfikir sendiri, karena mereka memutuskan akan kuliah di Malang. dan YEAH! Dia menyerah dan terpaksa ke MALANG dan mengambil jurusan Hubungan Internasional serta meninggalkan kakaknya yang saaat itu mulai kuliah di JOGJA. ini hanya sebagian kecil dari itu semua, dan mungkin setelah membaca ini semua ia akan menghujaniku dengan omelan karena membuka aibnya (hahahahhaah, but i dont care!!)
Tapi dibalik semua sifatnya ini, ia satu-satunya cermin yang menampilkan refleksiku dengan sebenar-benarnya, tak pernah mengurangi, melebihkan atau bahkan berpura-pura mejadikan gambaranku tampak lebih baik. ia, Mega nisfa yang selalu sabar menghadapi aku yang sangat-sangat egois, ia Meganisfa, yang selalu bisa mengingatkanku ketika sorot mataku mulai megeras, Ia, Meganisfa, yang selalu membuatku nyaman, aman dan selalu bisa membuatku memandang masa depan dengan keyakinan,